Thursday, December 29, 2011

The Last Choice (5)

Tak pernahterlintas dalam kepala Katty bahwa dia akan memiliki jenis hubungan yang begituintens secara fisik dengan Sev. Bagai berjalan di atas awan Katty tenggelamdalam euphoria atas kesadaran baru bahwa perempuan seperti dirinya ternyatabisa memiliki gairah yang begitu menggebu. Tubuh femininnya yang sekian lamaterlelap seolah dibangkitkan oleh Sev. Kini Katty jadi faham apa gunanya dadaber-cup C miliknya itu. Juga bibirnya yang baru dia sadari masuk dalam kategori seksi. Bahkan mata almondmilikinya ternyata mempunyai daya tarik tersendiri. Padahal selama ini betapa iri dia dengangadis-gadis kerempeng bak peragawati yang seperti mannequin berjalan danberdada rata, sementara dia harus risih setengah mati menyembunyikan gumpalanmenggelantung di dadanya yang seolah salah tempat pada badannya yang berposturmungil, dan telah membuatnya malu karena saat remaja selalu menjadi bahanejekan teman-teman pria. Bibirnya pun seperti salah bentuk saat diciptakankarena terlalu lebar untuk raut muka mungil dan berbentuk segitiga itu. Bahkanwarna mata, sering dia berfikiran untuk mengenakan contact lens warna hijauatau biru karena apa menariknya sih mata berwarna coklat?
Tapi ternyataSev memuja semua kekurangan itu. Atau setidaknya Sev menampilkan kesan begitu.Sering lelaki itu berlama-lama mencumbu bibir dan dadanya hingga membuat gairahKatty menggelegak ingin disalurkan. Saat mereka tengah mabuk dalam pusarangelombang yang mengiringi penyatuan fisik mereka, Sev akan menatap matanya danterkunci dalam kedalaman mata coklat almond Katty. Sebagai seorang kekasih, Sevmemang tak diragukan lagi keahliannya dalam membahagiakan pasangannya. BagiKatty yang lugu dan tak berpengalaman, mana dia sadar bahwa perempuan tanpapengalaman seperti dirinya tanpa partner yang tepat tak akan begitu mudah untukmencapai puncak kepuasan. Rasa nyaman dan aman yang diberikan oleh Sev seolahmembiusnya sehingga dia menerima dengan tanpa banyak keraguan dimensi baruhubungan mereka. Meski kadang sempat terlintas dalam benak Katty bahwa meskiselalu mengatakan bahwa Katty adalah perempuan yang telah lama ditunggunya, dansatu-satunya yang tepat untuk mendampinginya, namun Sev sama sekali tak pernahmengungkapkan kata cinta sekalipun.
Kenapa haruspusing? Pikir Katty berusaha tak peduli. Toh itu hanya sekedar kata-kata.Mereka berdua sudah sama-sama dewasa dan saling mengenal cukup lama sehinggauntuk menuntut kata-kata itu dari mulut Sev Katty merasa konyol dan absurd. Punkarena kesibukan Sev yang teramat padat membuat lelaki itu sering pulang larut,bahkan kadang harus pergi selama beberapa hari, tanpa pemberitahuan yang cukuplayak, hanya pesan pendek semisal : harusmenghadiri gala dinner anu... atau haruske Jepang untuk dua hari... , tak membuat Katty terpancing cemburu. Meskikadang tanpa bisa dicegah sebersit perasaan was-was menghinggapi dirinyamembuatnya ingin tahu dengan siapa Sev menghabiskan malam bila lelaki itupulang pagi atau apakah Sev masih menikmati hubungannya dengan wanita-wanitalain di luar sana. Dan kenapa sejauh ini tak sekalipun Sev melibatkan Kattydalam lingkungan sosialnya. Namun Katty berusaha rasional dan berfikir jernihbahwa kepribadian Sev tak akan mengijinkan lelaki itu untuk bertingkahbrengsek. Sev seorang gentleman yang tak mungkin mengkhianati wanita baik-baik,teman masa kecil seperti Katty. Bahwa Sev sebagai seorang pengacaraprofessional yang bertaraf internasional memang memiliki jam kesibukan yangpadat dan jam kerja yang panjang dan tak menentu. Dan Katty meyakinkan diriuntuk kembali ke platform dasar hubungan mereka. Bila selama bertahun-tahun diatak pernah gundah karena jarang bertemu dengan Sev, kenapa pula sekarang diaharus berubah? Maka daripada dia menghabiskan kebersamaan dengan Sev yang hanyabeberapa jam sehari dengan meributkan hal-hal yang tidak jelas, Katty lebihmemilih menikmati perhatian dan gairah lelaki itu yang seolah tak pernahterpuaskan.
Kattymenganggap dirinya telah sangat mengenal Sev dan cukup tahu betapa pesona Sevtelah menyihir setiap wanita yang berada di sekitarnya. Dulu waktu mereka masihremaja tak terkatakan betapa banyak gadis-gadis yang ingin berteman denganKatty hanya karena dia dekat dengan Sev. Sekali waktu beberapa teman dariasrama putri tempatnya bersekolah menghabiskan liburan dengan menginap diStockley House dan secara kebetulan berkenalan dengan Sev. Sejak itu merekaselalu memohon Katty mengundang mereka untuk berlibur ke rumahnya. Permintaanyang tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Katty. Bahkan Lindsay Fowler, putripemilik toko serba ada di wilayah mereka telah gembar gembor bahwa dia telahmenyerahkan keperawanannya kepada Sev karena Sev memintanya menjadi pasangansaat menghadiri pesta dansa.
“Memang kaupikir dia cukup baik untuk membuatku bersikap konyol begitu?” Tanya Sev sinissaat Katty mengatakan apa yang telah beredar di gereja tentang gossip yangdikatakan oleh Lindsay.
Hinggaperiode Virginia yang ternyata berakhir di luar dugaan.
Untukmembunuh kesepian Katty mencurahkan segala energi untuk pekerjaan. Bila diaingin karirnya meningkat sepertinya inilah saat yang paling tepat. Dia beradadi jantung kota London, dalam mansion mewah milik lelaki spektakuler yangmengklaim dirinya, gadis sederhana, sebagai miliknya, dalam ruang kerja canggih,dan memiliki waktu tak terbatas tanpa gangguan, apalagi yang diharapkannya?Semua toh sudah ada dalam genggaman. Dengan bakat yang dimilikinya, Kattymerasa dirinya sudah harus keluar dari dunia aman yang selama ini memanjakannyaseolah dalam fantasi kekanakan, seperti ilustrasi yang sering dibuatnya dalambuku anak-anak.
Sudah tigaminggu Katty berada di London. Kesibukan Sev yang hanya menyisakan sedikitwaktu membuat Katty memiliki kesempatan menggali kembali kemampuan danide-idenya. Katty sudah mempertimbangkan beberapa karya yang ingin dibuatnyaselain dia juga menyelesaikan kontrak kerja yang dia buat dengan perusahaanpenerbitan yang selama ini memanfaatkan bakatnya. Dan sungguh luar biasakepercayaan diri yang baru tumbuh merubah kepribadian seseorang. Untuk pertamakalinya dalam hidup Katty merasa lega, bebas, dan entah kenapa, merasa sangatcantik dan penuh semangat. Perasaan yang memberi rona merah segar di pipinyaserta memancarkan kilau muda yang ceria di mata coklat almond itu. Dengan energi baru tersebut Katty merasasanggup untuk menaklukkan dunia.
Perubahan itusangat disadari oleh teman-teman di sekitar Katty di perusahaan penerbitan.Mereka melihat Katty sering keluar masuk gedung dan menjadi saksi hiduptransformasi gadis itu menjadi seekor kupu-kupu yang cantik.
“Kini semuatelah melihat dengan jelas betapa cantiknya cewek yang sedang jatuh cinta,”komentar Simon saat Katty mampir ke meja lelaki itu.
Menanggapikomentar tersebut Katty hanya tertawa lebar. “Apakah terlihat sejelas itu?”tanyanya iseng.
“Sejelaspapan iklan di stasiun kereta api bawah tanah. Dan aku heran cowokmu yangcanggih itu membiarkanmu berkeliaran sendirian meski kau hanya mengenakansehelai sapu tangan di tubuhmu.”
“Sev sedangsibuk sekali. Aku hanya punya sedikit waktu dengannya,” mata Katty sepertibermimpi mengingat semalam Sev pulang hampir jam dua belas malam dan segeramembangunkannya yang sedang terlelap. Dan sejak tengah malam mereka tidak tidurhingga menjelang jam lima pagi. Dan pagi ini dengan perasaan melambung sisasensualitas semalam Katty memutuskan mengenakan gaun musim panas yang ringanmelambai tanpa lengan yang meski memiliki garis leher cukup sopan namunpanjangnya hanya beberapa centi di bawah pinggul, menampakkan tungkai langsingdan padat miliknya.
“Hai!Sadarlah!” seru Simon melihat gadis itu mulai melamun.
Dengangelagapan Katty mengerjapkan matanya, “Sorry.”
“Padahalsemula aku ingin memintamu menjadi pendampingku dalam gala dinner perusahaanJumat malam nanti. Namun karena kau sudah punya cowok, terpaksa aku harus carigadis lain karena bagaimanapun aku tak ingin mengawali permusuhan denganpacarmu.”
“Jumat malamini ya?” tanya Katty untuk meyakinkan diri. “Tetapi kenapa tidak?”
“Eh?” Simonmembelalakkan matanya. “Benarkah?”
Katty menganggukmantap. “Sev sangat sibuk jadi sepertinya aku pergi pun dia tidak bakal tahu.Asal kita pulang sebelum tengah malam kurasa tak akan apa-apa.”
“Katty...”
“Ayolah,sekali-sekali aku juga ingin sedikit gila-gilaan. Dan denganmu akan aman. Sevsudah mengenalmu dan aku juga sudah menjelaskan padanya tentang hubunganpertemanan kita. Pasti tidak apa-apa. Serahkan semua padaku. Ok?”
Ya, pastitidak apa-apa. Katty tak pernah menaruh curiga terhadap semua aktifitas Sev,dan Katty yakin Sev pun pasti begitu. Lagipula toh mereka bukan lagi pasanganingusan yang sedang mengalami cinta monyet. Hubungan mereka merupakan hubungandua orang dewasa yang dijalani dengan penuh tanggung jawab dan merupakankelanjutan dari hubungan jangka panjang selama bertahun-tahun sejak merekamasih kanak-kanak. Dengan keyakinan tersebut Katty melangkah mantap menuju kejalan yang dipenuhi deretan butik-butik mewah untuk mencari gaun pesta.
Dan malam itusetelah berkutat di studionya hingga lewat waktu makan malam Katty bergelung disofa di depan layar televisi membaca buku sambil mendengarkan musik. Malam iniadalah satu di antara malam-malam Sev melewatkan makan berdua bersama Katty.Dan bila harus makan sendiri biasanya Katty tak mau repot-repot memasak danlebih memilih cara praktis memesan makanan siap saji. Saat pukul sepuluh Sevpulang hanya mendapati Katty yang sedang tertidur di ruang keluarga dengan bukuyang tergenggam longgar di tangannya. Sev menatap ke sosok gadis di depannya.Rambut coklatnya tersebar berantakan sementara bibir sensualnya sedikitterbuka. Dadanya mergerak lembut naik turun seirama tarikan nafasnya.
Tiba-tiba Sevmerasa serbuan gairah yang menggelora mengisi setiap pembuluh darahnya. Tanpamembuang waktu dengan gerakan cepat dia melepas atasan setelan dan dasinyauntuk kemudian di lempar di sandaran kursi, menyusul tas kerja yang telahmendapat perlakuan sama sebelumnya. Langkahnya mantap ketika dia mendekatitempat Katty tertidur dan tanpa suara membungkuk di sebelahnya.
“Halo....,”bisiknya di telinga Katty. Nafasnya yang panas menerbangkan anak-anak rambut dipelipis gadis itu.
Kattyterbangun, matanya mengerjap terbuka dengan bingung dan seolah kehilanganorientasi. “Sev...” suaranya parau karena masih mengantuk.
Sev takmenunggu berkata-kata, direngkuhnya Katty dengan erat, memuaskan bibirnyadengan kemanisan bibir Katty hingga gairah berkobar membakar keduanya. Malamitu keduanya tak mau lagi direpotkan untuk pindah ke kamar tidur. Sev mencumbuKatty dengan penuh nafsu, hanya menyempatkan sedikit akal sehat sebelumkeduanya bergulung dalam pusaran birahi yang tak memungkinkan adanyaperbincangan.
Beberapa saatkemudian, masih dengan pakaian yang terbuka dan acak-acakan, Katty dudukbersandar di dada Sev. Telapak tangannya yang lembut membelai bulu-bulukehitaman yang tersebar melapisi otot keras lelaki itu. Sebetulnya Katty inginberteriak, kemana saja kau! Tapi lidahnya serasa kelu dan tak satu kata punkeluar dari bibirnya.
“Apakahkesibukanmu hari ini?” tanya Sev seolah melamun sambil menenggelamkan bibirnyadalam gerai rambut Katty.
“Sepertibiasa. Bekerja di studio,” jawab Katty. Dia sebenarnya ingin menceritakanhari-harinya di kantor atau rencananya untuk menghadiri pesta di perusahaan.Tapi pasti hal tersebut tak cukup penting atau menarik bagi Sev. Dan saat Sevmenggigiti lembut area belakang telinganya yang sensitif, Katty pun melupakansemuanya.
***
Hotel tempatpesta itu berada di sisi lain London yang berseberangan dengan daerah dimanaKatty tinggal bersama Sev. Simon menjemputnya di mansion Sev dan dibuatterkagum-kagum pertama akan kemunculan Katty dalam busana pesta yang mahal danelegan, lalu pada interior mewah kediaman Sev. Katty menerima pujian Simondengan tawa lebar. Pujian Sev selalu membuatnya tersipu. Sedangkan pujianSimon, mungkin juga dari laki-laki lain tak akan sanggup membuat pipinyamemerah. Agaknya aku memang ditakdirkan menjadi kekasih Sev,pikirnya. Tak adalaki-laki lain sehebat dia. Ibarat orang tak akan memilih milkshake setelahmerasakan kelezatan sampanye.
Katty bertemudengan hampir semua teman kantor di tempat pesta. Agaknya transformasi Kattytelah menjadi gossip hangat di seluruh gedung. Katty tahu bahwa di belakangpunggungnya dulu mereka menjulukinya gadis dusun atau putri pendeta. Katty takmerasa tersinggung karena pada kenyataannya memang begitulah penampilannyadulu. Namun sekarang Katty merasa senang dengan dirinya yang baru. Bilagadis-gadis lain berusaha menarik perhatian dengan gaya dandan seseksi mungkin,memperlihatkan terlalu banyak bagian dada dan paha, maka Katty membuat dirinyaterlihat menarik dengan gaya gadis kaya yang simple tapi modis, seksi namuntidak murahan, mahal dan chic. Dan meski Simon untuk malam itu tampak tampandalam busana resminya tetap tak bisa dibandingkan dengan ketampanan Sev. Namunpaling tidak Katty tidak harus sendiri datang ke pesta seperti waktu-waktulalu.
Pesta dimulaidengan lancar. Katty, dalam waktu singkat telah menemukan rombongan rekan-rekanlain di antara penuhnya para undangan yang terdiri dari seluruh jajaraneksekutif dan karyawan penerbitan, baik regular maupun freelance, serta pararelasi bisnis perusahaan. Setelah segelas sampanye mengalir melaluitenggorokannya, serta beberapa potong tarlets dan canape mengisi perutnya,Katty berbaur bersama yang lain. Menerima ajakan beberapa laki-laki untukberdansa maupun berbincang dengan mereka. Simon pun tak kalah aktif dalambersosialisasi. Katty mengerling kepada kawannya dengan sayang dan tersenyummemberi support. Agaknya perceraian telah berdampak bagus pada lelaki itu tanpadia sadari. Simon seperti menemukan dimensi baru kepribadiannya, terlepas dariistrinya yang tukang selingkuh itu. Baik Simon maupun Katty memang berada diplanet yang sama, planet tempat orang-orang yang baru saja menemukan sisi lainkepribadian mereka.
Katty sedangmengambil setusuk udang dan memasukkannya ke dalam mulut ketika tiba-tibaseorang perempuan paruh baya muncul di hadapannya.
“Katty kan?”tanya perempuan tersebut.
Kattymembelalak menatapnya. Wanita itu berbusana resmi, anggun, mahal, dan tampakangkuh di usia senja. Katty berfikir sebentar berusaha mengingat wajah itu.“Mrs. Clever?” tebaknya.
Wanita itutersenyum “Agaknya kau tidak lupa. Bagaimana kabarmu? Sudah cukup lama ya,sejak ayahmu meninggal dulu.”
PasanganClever adalah salah satu tetangga di Oxford yang mengenal keluarga Katty. Putrimereka, Angela, dua tahun lebih tua dari Katty, sangat cantik, dan kabarnyatelah lama menapaki karir di dunia fashion. Sekitar lima tahun yang lalupasangan itu pindah ke Birmingham.
“Joe ternyatateman sekolah direktur penerbitan. Dia mengundang kami berdua, bersama Angelajuga tentunya, untuk hadir. Sayang, Angela masih berada di Paris. Yah, kau tahusendiri bagaimana dunia fashion itu.”
Kattysetengah mati ingin seseorang menyelamatkan dia dari perjumpaan tak terdugadengan wanita sombong ini.
“Oh ya,bagaimana kabar Drake Muda, tetanggamu itu? Apakah kau masih sering bertemudengan dia sewaktu kalian di Oxford? Seingatku kalian dulu sangat dekat semasakanak-kanak. Tetapi memang sulit mempertahankan keakraban masa lalu. Apalagidia sekarang sudah sangat sukses. Bujangan kaya dan tampan, mungkin terlalusibuk untuk menemui kembali teman kana-kanaknya. Orang biasanya begitu. Itunormal.”
Kattymemendam kedongkolannya dalam hati. Ingin dihapusnya cengiran puas diri diwajah wanita itu dengan mengatakan bahwa Sev dan dia sekarang bukan hanya masihakrab, namun juga telah menjadi sepasang kekasih. Tapi emosi tak akan membawakemana-mana. Maka alih-alih membantah Katty hanya tersenyum manis, “ Agaknyabegitu. Apalagi sekarang saya juga sudah sibuk di London.”
“Anak mudajaman sekarang, terlalu asyik dengan dunia karir dan tidak peduli kepadakehidupan berkeluarga. Kalian para gadis, tidak perlu harus mengejar karierterlalu tinggi. Yang perlu kalian lakukan hanyalah mencari leki-laki yang cukupbaik dan kaya dan kalian akan hidup bahagia. Angela juga. Dengan wajahnya yangcantik dan posisi kami yang cukup terpandang, dia tidak perlu harus bekerjasekeras itu bila Severus Drake berencana mempersuntingnya.”
Eh? Kattymerasa telinganya berdenging.
“Oh, ayolah,sayang...” Mrs. Clever melanjutkan melihat keterkejutan di mata Katty. “Sevmungkin tak menceritakannya padamu. Mereka berdua telah liburan bersama keHawaii musim dingin akhir tahun lalu. Apalagi yang terjadi bagi dua orang ituselama dua minggu di pulau yang eksotis itu selain percintaan yang menggebu?Dan kami yakin kali ini mereka telah saling serius. Sev begitu kaya, sukses,dan tampan sementara Angela kami yang cantik pasti merupakan pasangan yangcocok untuknya. Laki-laki dengan kedudukan seperti Severus membutuhkan pasanganyang mengerti dengan baik lingkungan sosial kelas atas. Kami benar-benar tak sabarmenunggu kabar bahagia mereka. Sayangnya baik Sev maupun Angela masih malu-maluuntuk mengatakannya. Bahkan waktu kami bertemu saat makan malam minggu lalumereka juga masih berusaha menutupi hubungan mereka. Ya ampun, kami benar-benarpenasaran.”
Mrs. Cleverterus berbicara tanpa menyadari betapa wajah Katty memucat. Simon yang beradadi seberang ruangan melihat sekilas kepada Katty dan segera tersadar bahwaKatty tengah memancarkan sinyal SOS.
***
Pukul delapanmalam. Sev memutar kunci dan membuka pintu, melangkah memasuki mansionnya denganperasaan lega dan penuh antisipasi. Pekerjaannya yang seolah tak pernahberakhir, meeting panjang seolah tanpa henti, negosiasi alot yang mengurasseluruh energi hingga tak menyisakan apapun saat dia pulang, pada akhirnyamencapai titik akhir dengan menorehkan kesuksesan dalam daftar panjangkeberhasilannya. Trend investasi skala besar di kawasan Asia telah pulamenghinggapi para klien kelas kakap yang selama ini ditangani oleh Sev. Bayang-bayangsuram ekonomi Amerika dan Eropa menciptakan kekhawatiran tersendiri bagipemegang kapital skala internasional yang bergerak di bidang produksi massal.Sebaliknya kebangkitan wilayah timur begitu menggiurkan dengan semakinmembengkaknya jumlah penduduk dengan kemampuan menengah yang bersiap menjadikonsumen baru. Menghadapi prospek cerah di benua timur dan meninggalkanbayang-bayang kemakmuran Eropa yang diperkirakan hanya akan menjadi kenanganbelaka. Sev sebagai salah satu rekanan termuda dan memiliki segala kepiawaianyang dibutuhkan seorang pengacara korporasi harus mengawal klien-klien utamadalam melakukan ekspansi pasar ke Asia. Dibutuhkan segala kecerdikan danketangguhan untuk menembus birokrasi dunia baru, menyiasati segalaundang-undang perdagangan dan keuangan serta kelihaian tingkat tinggi untukmenyelip di sela perlindungan yang diterapkan oleh negara-negara yang memasangsistem dumping demi melindungi perekonomian lokal dari serbuan investor asing.Proyek yang sudah dimulai sejak berbulan-bulan lalu mencapai puncaknya justrudalam minggu-minggu terakhir ini.
Jelas waktuyang sangat tidak tepat karena di saat Sev sangat ingin memfokuskan seluruhperhatiannya pada Katty. Katty yang telah membawa kenyamanan dan ketentramandalam mansion mewah miliknya yang selama ini selalu terasa dingin dan kaku.Hanya dengan melangkahkan kaki memasuki ruangan depan, Sev sudah merasakansemburan keberadaan Katty di wilayah pribadinya. Membayangkan gadis ituterlelap di sofa, atau mendengar senandung pelannya saat asyik di studio telahcukup membawa pergi semua beban pekerjaan dari pundaknya. Kattynya yang mungildengan mata coklat almond dan bibirnya yang seksi, yang selalu menghampiribenaknya, bahkan di saat paling tidak tepat sekalipun, seperti saat dia harusmemeriksa berkas-berkas hukum yang disiapkan oleh asistennya atau dalamperbincangan penting yang terjadi dalam jamuan makan malam resmi, dan selalumembuatnya hampir gila karena ingin segera pulang. Katty yang sejakkehadirannya bertahun-tahun lalu telah meBahkan dengan satu kerlingan sajatelah sanggup membuat Sev melepaskan semua kontrol dirinya dan segera membopongKatty ke kamar utama, sarang cinta mereka.
Hampirsetelah percintaan mereka yang pertama Sev tak lagi mengijinkan Katty menempatikamar tamu. Dia sendiri yang memindahkan semua barang pribadi Katty ke dalamkamarnya. Dan sekarang Sev bisa melihat deretan parfum dan make up Kattymenempati meja riasnya. Baju-baju Katty telah pula tergantung berjajarmendampingi pakaiannya di lemari besar di kamarnya. Mereka pun berbagi laciuntuk menyimpan tumpukan pakaian dalam dan aneka pernik lainnya. Perasaan dekatdan intim menghangatkan hatinya manakala mereka bergantian memakai kamar mandiyang sama, sikat gigi Katty berada bersisian dengan miliknya, atau alat cukurKatty yang berwarna pink dan tumpul tampak imut dan cantik mendampingi miliknyayang punya pisau ganda. Bahkan hanya dengan tumpukan dua handuk lembab bekasdipakai atau baju-baju kotor mereka yang tertumpuk di keranjang cucian Sev merasakanKatty memenuhi hatinya, lebih dari belasan tahun hubungan mereka.
Sev bukanpria sok suci. Dia menyadari benar seperti apa dirinya dan hubungan-hubungannyadengan banyak wanita. Dunia yang mungkin tidak akan siap untuk dikenalkannyapada Katty. Namun dia ingin Katty lebih mengenalnya, lebih memahaminya, bukanuntuk mencari pembenaran atas sikapnya di masa lalu, namun lebih untuk menciptakanlandasan kuat bagi hubungan asmara mereka yang masih teramat sangat muda. Sevingin bila saatnya tiba ia ingin Katty melihatnya secara keseluruhan, baik danburuknya dia dengan adil sebagai satu kesatuan manusiawi bagai dua sisi kepingmata uang. Dia ingin Katty yakin bahwa Sev lah lelaki satu-satunya yang memangdiciptakan untuk membahagiakannya.
Sev melirikjam tangan platina tipis di pergelangan tangannya dan kaget manakala sadarbahwa jarumnya sudah menunjuk ke pukul sepuluh malam. Dan Katty belum jugapulang. Mungkin dia sedang ketemu teman-temannya. Tetapi, brengsek sekalikenapa dia tidak meninggalkan pesan? Dan handphonennya pun kenapa dimatikan?Sev sudah beberapa kali mencoba menghubungi tanpa hasil.
Saat waktumenunjukkan pukul sebelas Sev merasa keringat dingin mengaliri punggungnya.Berbagai skenario jahat berputar di kepalanya. Pikiran yang tak mampudicegahnya mengingat betapa mandirinya Katty, yang merasa London sudah sebagaikota taklukannya sehingga menumpang kereta bawah tanah pun dilakoninya. Sevberharap semoga Katty punya cukup akal sehat untuk tidak berkeliaran sendirian danmemilih transportasi yang lebih aman.
Menjelangpukul dua belas Sev akhirnya mendengar pintu depan di buka dan suara Katty yangmemberi salam perpisahan kepada siapapun itu menggema halus menyirami emosinyayang sudah di puncak kepala. Dari ruang duduk diamatinya gadis kesayangannyaitu melenggang masuk dalam balutan busana pesta yang diakui Sev sangat cocokuntuk Katty. Sev menyaksikan manakala Katty tiba-tiba sadar bahwa dirinyasedang diamati serta merta menoleh, membalikkan langkahnya yang semula menujuke tangga dan bergegas menghampirinya.
“Sev...”
“Brengsek !Dari mana saja kau selarut ini baru pulang?” semburnya marah tanpa bisaditahan.
Katty terkejut.Dia benar-benar tak menyangka Sev sudah berada di rumah dalam busana santai,tanda dia pulang dari tadi. Dan lebih terkejut lagi saat Sev menegurnya penuhkemarahan.
“Aku takmenyangka kau pulang cepat. Biasanya kau pulang lewat tengah malam.”
“Jadi kaumemanfaatkan ketidak-beradaanku dengan main-main di luar?”
Wajah Kattyberkedut. Tak sampai lima detik tiba-tiba kemarahan yang selama ini terbenamdalam dirinya menggelegak ingin dilampiaskan. Mata coklatnya berkobar. “Aku takpernah usil dengan jadwalmu yang tidak wajar. Aku merasa diriku cukup dewasauntuk menerimamu yang sering pergi tanpa pemberitahuan yang layak. Aku tak maumembebani kepalaku dengan kemarahan dan prasangka yang tidak perlu karena akumerasa telah mengenalmu dengan sangat baik. Untuk itu aku mengharap perlakuanserupa darimu. Tetapi sepertinya aku salah,” dengan kata-kata itu Kattymendekat dengan berani menghampiri Sev. “Apa yang kau katakan main-main itusebetulnya adalah aku menghadiri pesta gala dinner perusahaan. Kau terlalusibuk sehingga aku sengaja tidak memberitahumu. Aku pergi dengan Simon, temankuyang sudah kau kenal. Namun kau sangat tidak adil karena kau tak pernah menceritakanapapun kepadaku. Sehingga acara makan malammu dengan Angela Clever minggukemarin harus aku dengar dari Mrs. Clever yang sangat menantikan kalian berduameresmikan hubungan, meneruskan apa yang kalian rencanakan di Hawaii padaliburan musim dingin tahun lalu.”
Sev merasasemburan hawa dingin membekukan hatinya.
“Dan mungkinbukan hanya Angela yang harus kau kenalkan lagi kepadaku. Perempuan-perempuanlain dengan siapa kau menghabiskan waktumu selama ini, mungkin ada baiknya kaubawa kepadaku sehingga aku tidak harus mendengarnya dari orang lain. Namunsebaliknya kau tak perlu terlalu marah dengan teman laki-lakiku. Karena tidakseperti dirimu yang sukses dan populer, lingkup pergaulanku dengan laki-lakisangat terbatas, dan tentu saja tidak akan sebanding dengan petualanganasmaramu.”
Dengan kata-kata ituKatty pun berbalik dan pergi meninggalkan Sev yang berdiri mematung. Namun Sevtak perlu waktu lama untuk menemukan kesadarannya dan dalam sedetik diamelangkah dan meraih Katty.

Run To You (1)


Sinar matahari sudah terasahangat pada pukul sembilan di suatu pagi bulan Agustus, dengan bias-bias sinarnyayang berpendar keemasan menembus jendela-jendela tinggi ruang pertemuan St.Norbert Hospital yang telah dipenuhi sosok-sosok berseragam. Duduk berderetmengisi barisan kursi di aula luas itu, para perawat, baik siswa yang sedangberpraktek maupun yang sudah menjadi tenaga professional, menikmati kegiatansaling menyapa dan bergossip, mengisi sedikit waktu yang tersisa sebelum kuliahumum dimulai. Namun sekelompok perawat yang mendapat giliran jaga malam, hanyaduduk diam kelelahan dan melawan segala kantuk demi menghadiri ceramah ilmiahtentang tata cara perawatan pada pasien pasca pembedahan dengan teknologiterbaru yang akan disampaikan sendiri oleh professor yang mempopulerkan metodetersebut. Padahal harusnya saat ini mereka menikmati mandi berendam dengan airpanas yang akan melarutkan segala kepenatan, untuk kemudian menikmati sarapanpagi dengan segelas teh panas sebelum pergi ke tempat tidur. Namun susterkepala sudah mewanti-wanti mereka untuk hadir kecuali yang sedang bertugas,agar tidak membuat malu direktur yang telah bersusah payah menghadirkanprofessor yang berkebangsaan Belanda tersebut. Hanya karena direktur dan profbersahabat dekat maka sang prof bersedia menyelipkan acara tersebut diselajadwalnya yang padat.
Dan di tengah-tengah barispertama duduk siswa perawat tahun terakhir Lucy Prendergast, gadis kurus mungildengan rambut merah wortel yang dipotong pendek, sekuat tenaga berusahamemicingkan mata hijau cemerlangnya yang seperti salah tempat berada diwajahnya yang sederhana. Kelelahan setelah bertugas di bangsal anak-anaksemalam menyisakan lingkaran gelap di seputar matanya dan sama sekali tak bisamemberi nilai tambah pada penampilannya. Seragamnya yang berupa setelan blusdan celana berwarna biru beku telah kusut di sana sini. Setelah menyelesaikanlaporan untuk operan terhadap petugas shift berikut, dia memang hanya sempatmenyambar setumpuk sandwich dan segelas susu hangat sebelum berderap menujuaula menyusul rekan-rekannya yang telah lebih dulu berangkat, di bawah tatapanjudes suster kepala. Tanpa sempat memperbaiki penampilan wajah dan rambutnya.
Lucy mungkin akan langsungtertidur begitu pantatnya menyentuh kursi keras aula andai saja rekan disebelahnya tidak buru-buru menyikut rusuknya dan memintanya tetap memincingkanmata karena suster kepala, seperti biasa, bersama dua asistennya serta seorangpetugas memasuki panggung dan menyiapkan catatan. Seolah memang pengaturanwaktu yang tepat, direktur masuk mendampingi sosok yang ditunggu-tunggu. Seketikaterdengar suaran decakan kagum dari seantero aula manakala orang yangdiharapkan sebagai professor itu berjalan menuju ke barisan tempat duduk diatas panggung yang menghadap langsung ke aula. Mata-mata lelah dan mengantukseketika terpincing lebar-lebar. Begitupun wajah-wajah sebal perawat yang sedang dalam masa cuti, yang semula hadirdengan sangat berat hati karena mengorbankan jatah libur yang terbatas, segeramerubah penyesalan menjadi kelegaan karena rela bersusah payah hadir. Karenajauh dari penampilan direktur yang sudah botak dan agak kuno karena usia senja,professor yang dimaksud justru masih teramat muda dengan penampilan yang akanmembuat perempuan manapun menoleh dua kali.
Namun bagi Lucy yang memangsudah sangat mengantuk serta punya kebiasaan alami mudah tertidur kapan pun dandi mana pun, hal terakhir yang terekam dalam benaknya adalah sosok tinggi besarberambut pirang dengan mata biru dan dagu berbelah. Playboy, desisnya sebelummemejamkan mata dan tertidur nyenyak tanpa menghiraukan kehebohan disekelilingnya saat professor tampan naik ke mimbar dan dengan suara baritonyang dalam memulai ceramah.
Tiga hari sebelumnya.
Professor Fraam der Linssensedang duduk menikmati sepoci kopi panas, seperti menjadi kebiasaannya selamaini setelah praktek sore hari menjelang makan malam. Bersamanya Dokter Derek DeGroot, kolega yang sekaligus kenalan lama ayahnya. Dr. De Groot telah dua tahunbekerja di klinik yang dimiliki Fraam bersama beberapa koleganya dan menjadidokter tetap di sana. Fraam sendiri hanya sempat datang berkunjung sekali-kalikarena dia memiliki tempat praktek pribadi selain memiliki pasien di beberaparumah sakit dan kesibukannya mengajar atau seminar di berbagai negara. Diusianya yang menjelang empat puluh Fraam memang berada di puncak karir.Tergolong muda untuk pencapaian setinggi itu, hasil kerja keras tak kenal lelahselama bertahun-tahun, yang kini juga membelitnya dengan kesibukan yangterkadang jarang menyisakan waktu bersantai baginya. Kecuali dia bisa memaksasekretaris pribadinya untuk mengatur jadwal seketat mungkin demi istirahatnyaman selama beberapa hari di villa miliknya di tepi pantai atau pondok dipedesaan. Kadang dia juga bersantai menikmati matahari tropis di Hawaii atauBahama.
“Ke mana lagi kali ini, Fraam?”tanya Dr. De Groot sambil menyalakan pipanya.
“St. Norbert Hospital, London,”sahutnya singkat.
“St. Norbert huh?”
Fraam menoleh ke dokter yanglebih tua itu. “Punya kenalan di sana? Selain Sir Wyatt tentunya.”
“Putri temanku, Lucy, kudengarmenjadi siswa perawat di sana. Lucy Prendergast, teman Mies. Dulu waktu masihkecil pernah ke sini beberapa kali. Mungkin kalian pernah bertemu tetapi kaupasti lupa. Sudah lama sekali. ”
Fraam berfikir sejenak danmenggabungnkan sebentuk wajah dengan sebuah nama. Lucy. Kurus. Berambut worteldan mata berkilat sehijau zamrud, dua gigi depannya yang ompong dan pemarah.Kombinasi luar biasa yang tak mungkin terlupakan. Bahkan untuk ukuran seoranggadis kecil. Fraam teringat bagaimana Lucy berkelahi bak satria kecil melawanJaan, kakak Mies, meski Jaan tiga tahun lebih tua dan juga jauh lebih besar,hanya karena gadis itu tak mau diolok-olok tentang gigi susunya yang barutanggal. Waktu itu dia sudah menjadi dokter muda sementara Lucy masih ditahun-tahun awal SD.
“Dokter Prendergast adalahtemanku di universitas. Pria yang rendah hati dan sederhana. Cukup puas hanyadengan menjadi dokter umum di desa. Keputusan yang akhirnya disesalinyamanakala si bungsu Lucy berminat menjadi dokter. Namun apa daya dua kakaklaki-lakinya semua belum lulus sementara keuangan terbatas. Dua anak perempuanyang lain telah menikah semua. Punya lima anak di jaman sekarang ini memangseolah terlalu optimis.”
“Pasti Lucy masih sangat mudakalau dia sekarang masih di tahun akhir sekolah perawat,” komentar Fraamringan.
“Dua puluh satu tahun, karenadia setahun lebih muda dari Mies.”
Mies yang sedang dibicarakantiba-tiba muncul. Tinggi semampai dengan rambut berwarna pirang madu membingkaiwajah cantiknya, penampilan yang terlalu berlebihan untuk profesinya sebagairesepsionis di klinik. Namun selamanya kecantikan Mies memang bagaikan anggrek,eksotis dan tak terjangkau.
“Papa,” dia memanggil ayahnya.Manakala dilihatnya Fraam berada di sana, serta merta dia menghambur danmemeluk Fraam. “Fraam!” serunya.
Fraam tertawa sambilmendaratkan kecupan di pipi Mies.
“Kau jahat sekali, jarangmampir ke rumah. Aku sudah lama ingin kau ajak keluar!” rajuknya manja.
“Maaf, manis, aku sibuksekali.”
“Bagaimana kalau akhir mingguini kau bawa aku makan malam dan berdansa.”
“Sekali lagi maaf. Aku sudahpunya janji.”
“Perempuan mana kali ini?” Miescemberut.
Fraam hanya tertawa. “Akhirminggu ini aku pasti masih berada di London.”
“Aku ingin sekali pergi keLondon. Tetapi Papa tak pernah mengijinkan.”
Dr. De Groot tertawa. “Kautidak usah ke London. Bagaimana kalau kita undang saja temanmu, Lucy, ke sini?Kalian sudah lama tidak bertemu kan?”
“Lucy! Iya, pasti asyik kalaudia mau datang ke sini. Aku sudah lupa bagaimana dia sekarang. Kalau dia datangaku bisa mengasah Bahasa Inggrisku kembali.”
Dan sekarang Fraam sedangmenatap ke seluruh wajah-wajah yangmemandang penuh perhatian kepadanya. Perasaan geli yang sering dia rasakankembali membuatnya berusaha menyembunyikan seringaian dalam hati. Selalubegini. Tak bisa dicegah bayangan seorang professor adalah sosok botak gendutpendek yang pelupa dengan setelan yang bertambal di sikunya. Mana mereka dugabila Fraam sangat jauh dari itu semua. Fraam menyadari sepenuhnya daya tarikfisik yang dimilikinya.
Tak perlu waktu lama bagi Fraamuntuk menarik seluruh perhatian seluruh hadirin. Dalam beberapa saat semua berkonsentrasimendengar ceramahnya, menyerap setiap kata dan informasi yang dia katakan. Gayapidato Fraam enak didengar. Ilmiah tanpa berkesan membosankan. Pemilihan katayang tepat dan efisien menghindari kesan bertele-tele serta mudah difahami.Keterampilan yang dia dapat sebagai perpaduan bakat otak cemerlang yangdianugerahkan kepadanya serta pengalaman bertahun-tahun dalam mengisi seminardi berbagai belahan dunia. Semua mendengarkan dengan seksama kecuali sesosokkepala berambut cepak berantakan berwarna wortel menyala yang terus tertundukhampir sejak kedatangannya tadi.
Lucy Prendergast! Hampirseketika Fraam mengenali gadis itu. Tak banyak gadis berambut wortel yangberkeliaran dan cocok sekali dengan deskripsi Lucy. Masih kurus meski takterlalu tinggi. Fraam bersedia menunggu hingga bisa mengetahui warna matanyauntuk membuatnya yakin seratus persen.
Namun Lucy sama sekali tak maubersusah payah membuka matanya. Memang dia menyempatkan diri membuka mulutnya,mengumandangkan ucapan selamat datang seraya berdiri menghormati kedatangandirektur dan professor karena teman di sebelahnya menariknya. Namun dia segerakembali memejamkan mata saat menghempaskan tubuhnya kembali ke kursi, dantertidur dengan damai sepanjang ceramah. Tak peduli suara dalam dan beratdengan aksen asing yang berasal dari mimbar yang tepat berada di ataskepalanya, menjelaskan semua point utama tentang angütis obliterans danpenanganan pasien yang diperlukan. Lucy dan teman-temannya memang telah berbagipengertian yang salah bahwa duduk di dua baris pertama dalam sebuah forumadalah posisi paling aman dari perhatian mata penceramah di atas podium. Merekapercaya bahwa para pembicara selalu melihat melalui atas kepala mereka sehinggasecara otomatis posisi terdekatdengan podium akan terlewati dan fokus pembicaraakan beralih ke peserta dengan tempat duduk di bagian belakang. Pengertian yangmembuat Lucy kembali melanjutkan tidurnya. Segalanya pasti baik-baik saja jikasi professor tidak memulai melemparkan beberapa pertanyaan, menunjuk secaraacak dari peserta yang mengikuti ceramahnya. Saat dia bertanya, “Dan yang menjawabpertanyaan tersebut adala...” matanya menjelajah wajah-wajah penasaran yangmenatapnya penuh harap. Dan kepala gadis yang diduganya sebagai Lucy, yangtertunduk kembali mengusik rasa penasarannya. Ayolah, Luce... dongakkan wajahmudan buka matamu agar aku yakin bahwa kau memang Lucy kecil yang pemarah itu.
Mata Fraam berkilau geli. Lucybahkan sepertinya tak bergeming sedikitpun dari posisi duduk tertunduknya.Tetapi dia berani bertaruh bahwa gadis itu sedang tertidur.
“Siswa perawat yang duduk ditengah baris pertama,” katanya lembut.
Lucy, yang kembali tulungrusuknya disikut dengan keras oleh teman di sebelahnya yang nervous, membukamata hijaunya lebar-lebar dan menatap langsung ke penceramah. Masih kagetkarena baru bangun tidur Lucy sama sekali tak punya ide apa yang telahdikatakan oleh professor dan jawaban apa yang diharapkan untuk diucapkannya.Dia membelalakkan mata kepada sosok tampan berwajah datar yang berdiri di ataspanggung di depannya. Dia tidak pernah melihat mata yang begitu tajam, namundia tahu mata itu menatapnya begitu dingin seolah ingin membekukannya hingga ketulang. Tanpa dapat dicegah wajah Lucy memanas dan dia yakin tanpa melihatcermin pun pastinya wajah capeknya sekarang sudah merah padam. Tapi itubukannya karena malu, tetapi lebih karena marah dan jengkel karena diabenar-benar benci bila dibangunkan dari tidurnya dengan mendadak. Maka diamenjawab dengan suara yang jernih dan terkontrol, “Saya tidak mendengar apayang Anda katakan, sir. Saya tertidur.”
Ekspresi professor tetap datar,meski Lucy yakin seratus persen pria itu sedang tertawa terbahak-bahak dalamhati. Maka dia menambahkan dengan sopan, “Maaf, sir,” dan nyengir dengan legasaat pandangan professor beralih kepada beberapa tangan yang teracung dibelakangnya. Lucy tak akan heran kalau yang menjawab adalah Martha Inskip. Luarbiasa manis, luar biasa cerdas, selalu mendapat nilai tertinggi untuk urusanakademik namun paling rendah dalam praktek.
Professor masih menanyakanbeberapa pertanyaan setelahnya namun tak pernah sekalipun melihat ke arah Lucy.Dan Lucy yang sudah hilang semua kantuknya terpaksa mendengarkan dengan penuhsesal semua sesi tanya jawab tersebut. Hingga saat semua berakhir. Lucy takbisa menduga lain ketika Suster kepala didampingi Suster Pengajar mendekatitempatnya duduk. Tatapan mata keduanya sudah meneriakkan adanya masalah tanpaLucy harus menduga lagi.
“Ruang persiapan aula, SusterPrendegrast,” kata Suster Pengajar ketus.
Lucy hanya memutar bola matadengan sebal, lalu mengacak rambut wortel cepaknya dengan gusar. Dia mengulurwaktu selama mungkin hingga ruangan hampir kosong sebelum melangkah gontaimenuju ruang persiapan di belakang panggung. Ucapan Good Luck! darirekan-rekannyahanya ditanggapinya dengan cengiran. Dia tak mengharapkan keberuntunganapapun. Namun pasti sangat absurd bila dia harus dikeluarkan di tahunterakhirnya hanya karena masalah konyol dengan professor sok keren itu yangtidak bisa mentolerir kantuk seorang perawat yang selesai berdinas malam. Makadia melangkah gontai, menyebrangi panggung menuju ke ruang kecil di belakangnyayang biasa digunakan sebagai ruang tunggu atau persiapan. Di sana dia mendapatiDirektur bersama professor didampingi baik oleh Suster Kepala maupun SusterPengajar. Melihat kemunculannya di pintu Suster Kepala langsung berdiri.
“Suster Prendegrast, kami akanmeninggalkanmu untuk meminta maaf secara layak kepada Professor der Linssen danmenyesali perbuatanmu yang memalukan institusi secara umum serta Direktursecara pribadi,” katanya tajam.
Saat wajah-wajah kaku ituberlalu Lucy harus berhadapan dengan professor yang duduk tenang di sofa gendutberwarna kuning norak di ruangan itu. Apapun yang dipikirkan lelaki itu samasekali tak nampak dari ekspresi wajahnya yang datar. Lelaki itu bangkit danberjalan menghampiri Lucy. Tubuh jangkungnya seolah mengintimidasi Lucy.Matanya tajam, biru, dan dingin, memandang langsung ke mata hijau Lucy.
“Namamu Prendergast?” dan saatLucy mengangguk: “Nama yang cukup aneh.”
Komentar yang cukup menyulutkemarahan Lucy hingga dia langsung menimpali dengan ketus, “Saya sudahmengatakan maaf.”
“Oh, ya, benar sekali. Meskiitu tak menampik kenyataan bahwa bukan aku yang memaksa kau untuk kemari.”
Lucy memandang ke wajah lelakiyang mungkin usianya sudah menjelang akhir tiga puluh itu. Baru disadarinyatatapan tersinggung dan lelah yang ada di sepasang mata biru itu hingga timbulrasa iba di hati Lucy. “Saya cukup tahu kalau harga diri Anda terluka, Sir.Tapi itu tidak perlu. Saya yakin semua teman saya menganggap Anda luar biasatampan. Dan kalaupun saya tertidur itu sama sekali tak ada hubungannya denganwajah Anda. Saya akan tetap tertidur meski yang berbicara adalah Brad Pitt.”
Wajah lelaki itu berkedutseolah terkejut. Namun alih-alih mengomentari kata-kata Lucy, lelaki itu hanyaberkata, “ Kamu sedang dinas malam, Miss-er-Prendergast.” Pernyataan yang bukanpertanyaan.
“Ya. Bangsal anak-anak memangselalu sibuk. Dan semalam sudah tak terkatakan lagi karena harus mengawasitujuh anak-anak hanya dengan tiga orang petugas, bukannya saya mengeluh. Namunkuliah Anda benar-benar dilaksanakan di saat yang sangat tidak tepat untuksaya. Apalagi tadi pagi saya sarapan banyak sekali, sehingga tindakan dudukmendengarkan ceramah sesudahnya benar-benar fatal,” dan saat professor tidakberkata apa-apa, Lucy menambahkan dengan gaya keibuan,”Saya duga Anda pastiseorang ayah yang baik dan penuh perhatian pada istri dan anak Anda.”
“Aku belum punya anak, jugabelum menikah,” dia terlihat geram. “Kau berbicara seolah kau ini ibu daribanyak anak. Kau sudah menikah, Miss Prendergast?”
“Saya? Tidak. Saya pasti akandipanggil Mrs bila saya sudah menikah. Lagipula siapa yang akan menikahi saya,Sir? Tetapi saya punya banyak saudara laki-laki dan perempuan. Sangat menyenangkandalam keluarga besar,” kata Lucy ceria.
Tetapi professor menanggapinyadengan suara dingin, “Kau keterlaluan, Nona, juga kurang ajar. Kau tidakseharusnya menjadi perawat, kau lebih layak menjadi istri yang usil dan cerewetyang suka sok memberi nasihat yang tidak perlu.”
Lucy berusaha tidak memerahmalu akibat kata-kata professor, tetapi dengan berani dia menatap ke mata birudingin itu dengan sinar mata hijau yang menyala-nyala, “Saya tak menyalahkanAnda yang berusaha memulihkan harga diri Anda, Professor. Sekarang kita sudahimbang kan?”
Lucy tidak menunggu diusir, dialangsung ambil langkah seribu meninggalkan lelaki jangkung yang masih melototmarah itu. Memang dikiranya aku tidak marah? Omelnya dalam hati. Seenaknya sajamenilai karakter orang padahal mereka belum saling mengenal. Wajar dia tetapmembujang di usia setua itu. Siapa pula mau jadi istri laki-laki pemarah macamdia? Dengan emosi masih membara Lucy berderap menuju ke asrama perawat,menyesali sisa-sisa jam tidurnya yang banyak berkurang.
Tetapi mana Lucy tahu bahwa ditempatnya gadis itu meninggalkannya Fraam sedang tertawa terbahak-bahak.